Kamis, 09 Juni 2011

TUJUAN PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA PADA PROGRAM PAUD

TUJUAN PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA PADA PROGRAM PAUD
Tujuan Pengembangan Moral Dan Nilai-nilai Agama Pada Program Paud
Agama adalah aturan dan wahyu Tuhan yang sengaja diturunkan agar manusia dapat hidup teratur, damai, sejahtera, bermartabat, dan bahagia baik dunia maupun akhirat. Ajaran agama juga berisi seperangkat norma yang akan mengantarkan manusia pada suatu peradaban. Dengan demikian eksistensi agama merupakan kebutuhan primer bagi seluruh umat manusia. Oleh karena itu, agama sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak didik dalam berbagai institusi pendidikan, baik formal maupun non formal. Program PAUD/Taman Kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan yang pertama dalam lingkungan sekolah, keberadaannya sangat strategis untuk menumbuhkan jiwa keagamaan anak-anak agar mereka menjadi orang-orang yang taat, terbiasa berbuat baik, dan peduli terhadap segala aturan agama yang diajarkan kepadanya. Dalam kaitan ini guru dan orang tua harus terampil menyampaikan hal ini kepada anak didiknya agar tertanam dalam jiwa mereka kebutuhan akan nilai-nilai agama (Hidayat, 2007 : 7.3).
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, esensi pengembangan moral dan nilai-nilai agama di antaranya meliputi (a) pendidikan iman dan ibadah, artinya sejak usia dini masalah keimanan sudah harus tertanam dengan kokoh pada diri anak, demikian pula praktek-praktek ibadah juga sudah mulai dibiasakan oleh pendidik dilatihkan pada anak, (b) pendidikan akhlak (moral), artinya sejak dini anak sudah harus dikenalkan dan dibiasakan untuk bertutur kata, bersikap, dan perilaku secara sopan serta dikenalkan keutamaan-keutamaan sifat terpuji (Yani dkk, 2002 : 118).
Program pembentukan perilaku merupakan kegiatan yang secara terus-menerus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari anak di Taman Kanak-kanak. Melalui program ini diharapkan anak dapat melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik. Pembentukan perilaku melalui pembiasaan yang dimaksud adalah meliputi pembentukan moral-agama, pancasila, perasaan/emosi, hidup bermasyarakat, dan disiplin. Adapun tujuannya adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai-nilai moral-agama dan pancasila. Sedangkan kompetensi yang ingin dicapai pada aspek pengembangan moral dan nilai-nilai agama adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal Tuhan, percaya akan ciptaan Tuhan, dan mencintai sesama (Hidayat, 2007 : 5.13).
Dalam konteks agama, setiap anak yang lahir dalam keadaan suci (fitrah), status fitrah ini berlangsung sampai ia dinyatakan telah habis masa usia anak-anaknya (kira-kira umur 12 tahun/usia tuntas SD), pada masa itu mereka belum memiliki beban kewajiban menjalankan ajaran agama. Namun demikian, tidak berarti pada masa itu anak dibiarkan saja pendidikan moral dan agamanya, malah pada masa itu ajaran agama menganjurkan agar anak sudah mulai dilatih untuk menjalankan sesuatu yang baik dan meninggalkan kebiasaan yang tidak baik, termasuk latihan menjalankan ritual ibadahnya. Jika dikaitkan dengan tujuan pengembangan moral dan nilai-nilai agama maka diharapkan akan tertanam benih-benih positif dalam diri anak, misalkan terbiasa bertutur kata secara sopan, berperilaku santun, mengahargai dan menghormati orang lain, terbiasa menjalankan ajaran agama yang diyakini, dan lain sebagainya.
Menurut Hidayat, nilai-nilai agama akan tumbuh dan berkembang pada jiwa anak melalui proses pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya sejak kecil. Seorang anak yang tidak memperoleh pendidikan dan pengetahuan nilai-nilai keagamaan sebagai pengalaman belajarnya akan dimungkinkan menimbulkan ketidakpedulian yang cukup tinggi dalam mengahayati apa yang dipelajarinya, seperti merasa tidak butuh, kurang tertarik, dan malas mempelajarinya. Lain halnya dengan anak yang mendapatkan pendidikan agama yang cukup dalam keluarganya, tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat agamis, kawan seayanya rajin beribadah, ditambah dengan pengalaman-pengalaman keagamaan di sekolah dan di tempat-tempat ibadah maka dengan sendirinya anak itu akan memiliki kecenderungan untuk hidup dengan warna dan kebiasaan nilai-nilai agama yang dianutnya. Anak juga akan terbiasa menjalankan ritual ibadah keagamaan dan merasa kecewa jika suatu saat tanpa unsur kesengajaan mereka tidak dapat menjalankan ibadah.
Rasa keagamaan dan nilai-nilai agama akan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan psikis dan fisik anak itu sendiri. Oleh karena itu sebagai guru atau orang tua seyogyanya saat melakukan aktivitas apapun perlu diwarnai dengan nilai-nilai agama. Misalkan kegiatan apapun di sekolah harus dimulai dan diakhiri dengan berdoa. Dalam konteks keluarga, ketika anak baru lahir, orang tua dapat membisikkan kalimat-kalimat kebaikan di telinga mereka (dalam Islam lafadz Adzan) agar anak itu pertama kali lahir ke dunia mendengar suara atau kalimat-kalimat yang baik. Ketika menyusui, orang tua memberikan air susu yang sebelah kanan dulu dan diawali dengan mengucapkan doa mewakilinya anaknya berdoa sebelum dan sesudah minum. Demikian pula ketika mereka menginjak usia selanjutnya, di saat mere sudah mulai bias berbicara berikan tuntunan untuk mengenal kata-kata dalam istilah agama sampai dengan aktivitas-aktivitas lainnya. Perhatian anak terhadap nilia-nilai dan pemahaman agama akan muncul manakala mereka sering melihat dan terlibat langsung dalam upacara-upacara keagamaan, melihat dekorasi dan keindahan tempat ibadah, rutinitas ritual orang tua dan lingkungan sekitarnya ketika menjalankan peribadatan. Sikap tersebut muncul pada diri anak seiring dengan berfungsinya pendengaran, pengelihatan, dan organ tubuh yang bias mereka gerakkan untuk meniru apa yang mereka lihat dan ingin lakukan. Kita sering melihat anak menirukan sebuah kegiatan ritual yang dicontohnya dari orang dewasa, bertanya tentang sesuatu dari ajaran agama, dan ingin ikut dalam sebuah kegiatan ritual keagamaan

PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA PADA ANAK


PENILAIAN DALAM PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA PADA ANAK
Penilaian Dalam Pengembangan Moral Dan Nilai-nilai Agama Pada Anak
Penilaian dapat diartikan sebagai suatu langkah pengmbilan keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik-buruk. Oleh karena itu penilaian besifat kualitatif. Penilaian terhadap sesuatu biasanya didahului oleh kegiatan pengukuran. Penilaian atau evaluasi dapat juga diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan nilai tentang sesuatu (Wayan Nurkancana : 1998). Pada program PAUD/Taman Kanak-kanak tampaknya pengertian evaluasi dan penilaian mempunyai arti yang sama. Oleh karena itu, selanjutnya pada tulisan ini istilah evaluasi juga disebut dengan istilah penilaian.
Sedangkan kurikulum 1994 memberikan definisi penilaian sebagai berikut : suatau usaha untuk mendapatkan berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui program kegiatan belajar. Penilaian bertujuan untuk mengetahui ketercapaian kemampuan yang telah ditetapkan dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar (GBPKB) di TK atau PAUD.
Sebagai bagian integral dalam proses pembelajaran, pelaksanaan penilaian harus dapat mengungkapkan dan mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak didik, baik potensi kognitif, afektif maupun psikomotorik karena ketiga potensi tersebut satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu pelaksanaan proses pembelajaran menuntut perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh dalam upaya peningkatan kualitas anak didik.
Penilaian mencakup proses dan hasil kegiatan anak didik yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, dan perilaku serta keterampilan yang direncanakan dalam kegiatan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa cakupan hasil belajar yang berkenaan ranah pengetahuan (kognitif), sikap dan perilaku (afektif), serta keterampilan (psikomotor) merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, dan saling berkaitan satu dengan yang lain untuk mengahasilkan kreativitas pada diri anak didik. Berdasarkan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 58 ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.”
Berkaitan dengan tujuan pengembangan nilai-nilai moral dan agama bagi anak di usia dini/Taman Kanak-kanak, tentu seorang pendidik harus mampu memahami bahwa anak usia dini/Taman Kanak-kanak sangat berbeda dalam segala hal dengan manusia dewasa pada umumnya. Perbedaan itu selayaknya disikapi dengan rasional pada saat guru akan melakukan penilaian dalam berbagai hal, termasuk di dalamnya menilai kondisi anak yang sesungguhnya.
Anak usia usia dini/Taman Kanak-kanak sesungguhnya sangat polos dalam berbicara, tidak mudah untuk dibuat rekayasa oleh orang dewasa, memiliki kejujuran yang tinggi, dan keterbatasan dalam mengungkapkan gagasannya. Hal ini mengakibatkan mereka berbicara apa adanya. Perilaku mereka pun belum stabil, mereka mudah tertantang pada kondisi lingkungan, kepribadian dan banyak faktor lain yang turut mempengaruhinya. Dalam pembahasan ini diuraikan tentang alat dan contoh-contoh penggunaan penilaian, khususnya dalam pengembangan nilai moral anak usia dini/Taman Kanak-kanak.
Mengingat bahasan ini hanya pada masalah penilaian untuk pengembangan nilai-nilai moral dan agama anak usia dini/Taman Kanak-kanak, maka dalam menentukan alat penilaian pun tulisan ini hanya mengaitkan hal itu dengan alat yang memungkinkan guru dapat memantau, memonitor, dan merekam kondisi objektif dari perilaku anak sehari-hari selama di sekolah. Alat pendukung untuk tujuan tersebut yang mendekati prinsip kesesuaian adalah penilaian kinerja, pengamatan, dan percakapan. Di samping itu, pencatatan anekdot (anecdotal record) juga diperlukan untuk mengamati perkembangan anak dalam kaitannya dengan pengembangan nilai-nilai moral dan agama.